Minggu, 17 Oktober 2010

Daftar Kecelakaan Pesawat Terbang di Indonesia

Berikut adalah Daftar Kecelakaan Pesawat Terbang di Indonesia, baik pesawat komersil Indonesia yang mengalami kecelakaan dinegara lain maupun pesawat komersil Negara lain yang mengalami kecelakaan di Indonesia.
22 April 1974
Kecelakaan pesawat registrasi N446PA Boeing 707 Pan American World yang menabrak gunung di Bali, lima menit menjelang mendarat di bandar udara Ngurah Rai. Tragedi 22 April 1974 itu menelan korban 107 orang tewas.
4 Desember 1974
Pesawat Martin Air yang disewa Garuda Indonesian untuk penerbangan haji jatuh saat akan mendarat di bandar udara Kolombo, Sri Lanka, dan menyebabkan 191 korban tewas.

29 Maret 1979
Pesawat Twin Otter Merpati Nusantara Airlines jatuh di Gunung Tinombala dalam perjalanan dari Palu ke Tolitoli, Sulawesi Tengah, dengan 13 orang korban tewas.
6 Maret 1979
Garuda Indonesia Penerbangan 553 adalah pesawat Fokker F-28 Garuda Indonesia yang sedang dalam penerbangan tanpa penumpang dari Denpasar menuju Surabaya dan menabrak lereng Gunung Bromo di ketinggian 6.200 kaki. Keempat awaknya tewas.
11 Juli 1979
Sebuah pesawat Fokker F-28 Garuda Indonesia terlibat musibah pada 11 Juli 1979. Pesawat bernama Mamberamo itu dalam penerbangan dari Bandara Talang Betutu (Lampung) menuju Medan dipiloti Kepten A.E. Lontoh menabrak dinding Gunung Pertektekan, anak Gunung Sibayak dalam pendekatan (approaching) untuk mendarat di Bandara Polonia, Medan. 4 awak dan 57 penumpangnya tewas.
13 Januari 1980
DC-9 Garuda yang rusak berat akibat mendarat keras di Banjarmasin
20 September 1981
Pesawat DC-9 Garuda Indonesian mendarat darurat akibat kerusakan mesin, sewaktu mendarat kedua ban belakang kiri pecah mengakibatkan pelek ban menghunjam landasan hingga sulit dipindahkan. Tak ada korban jiwa.
20 Maret 1982
Pesawat Garuda Indonesia jenis Fokker F-28 PK-GVK mendarat dalam cuaca hujan lebat, mengalami overrun dan tercampak ke areal persawahan di luar Bandara Branti, Bandar Lampung, Indonesia. 4 awak dan 23 penumpang tewas.
11 Juni 1984
DC-9 lainnya, patah dua di landasan Kemayoran sewaktu mendarat setelah terbang ferry, tidak ada korban.
30 Desember 1984
DC-9 Garuda patah tiga di rawa-rawa akibat overshoot waktu mendarat di bandar udara internasional Ngurah Rai, Bali tidak menelan korban.
4 April 1987
Pesawat DC-9 Garuda Indonesian PK-GNQ jatuh dan terbakar di landasan Bandara Polonia menewaskan 26 awak dan penumpang serta 19 orang luka berat. Pada ketinggian 1.700 kaki menjelang mendarat, pesawat mengalami gangguan dalam cuaca buruk, hujan, kilat dan angin berkecepatan 4 knot.
1 Februari 1988
Pesawat  HS 748 PK-HIS milik maskapai Bouraq Airlines  mengalami tire blown out  pada nose wheel pada saat landing di Gorontalo. 5 Crew dan 28 penumpang selamat.
18 Juni 1988
VC-828  Merpati Nusantara dari Jakarta tujuan Polonia, Medan mendarat darurat di landasan rumput akibat kerusakan pada sistem hidrolik pendaratnya. Ke-67 penumpang dan lima awaknya selamat.
2 Januari 1990
Pesawat CASA C212 PK-PCM milik Pelita Air Services mengalami masalah pada mesin saat berada dil Laut Jawa, pilot memutuskan ditching (mendarat di laut) namun gagal dan tenggelam. 3  crew dan 13 penumpang tewas.
25 Januari 1990
Pesawat HS 748 PK-OBW milik Airfast menabrak gunung Sangkareang, Lombok karena cuaca buruk. 3 crew dan 16 penumpang meninggal.
9 Mei 1991
Pesawat Fokker F27 PK-MFD milik Merpati Nusantara  terbang dalam kondisi cuaca tidak baik dan menabrak gunung Kelabat, Manado. 5 crew dan 8 penumpang meninggal.
24 Juli 1992
Pesawat Vickers Viscount VC-8 milik Mandala kehilangan komunikasi saat mendarat menyebabkan pesawat menabrak dataran tinggi barat daya bandara Patimura airport. Menewaskan 7 crew dan 63 penumpang.
28-Aug 1992
Pesawat Vickers Viscount VC-8 PK-IVX milik Bouraq Airlines terbakar setelah landing di bandara Syamsuddin Noor, Banjarmasin.   23 orang cedera.


18 Oktober 1992
Pesawat CN 235 PK-MNN milik Merpati Nusantara, menabrak gunung Puntang, Garut.   4 crew dan 27 penumpang meninggal.
9 Januari 1993
Pesawat HS 748 PK-IHE milik Bouraq Airlines mengalami kebakaran pada mesin kanan setelah mendarat dibandara Juanda, Surabaya.  23 orang cedera dan 16 orang meninggal.
31 Januari 1993
Pesawat SC-7 Skyvan Pan Malaysia Air Transport beregistrasi 9M-PID hilang 35 menit setelah lepas landas dari Polonia. Pesawat dengan 11 penumpang dan 3 awak jatuh di kawasan hutan Aceh Timur, hingga kini belum ditemukan reruntuhannya.
1 Juli 1993
Pesawat Fokker F-28 milik Merpati Nusantara mengalami musibah di Sorong saat akan mendarat di Bandar Udara Jefman. Pesawat terbang terlalu rendah dan salah jalur, menabrak bukit kecil setinggi pohon kelapa, mematahkan pesawat menjadi tiga bagian. 41 orang tewas dan dua cedera
25 April 1994
Pesawat BN-2A PK-ZAA milik Dirgantara Air Services  menabrak gunung Saran, Kalimantan Barat. Kecuali Ny. Nur Intan Fitriani yang lolos dari maut, 10 penumpang dan pilotnya tewas.
18 Juni 1994
Fokker F-27 PK-MFI Merpati Nusantara Airlines yang menabrak lereng Gunung Kalora sekitar empat menit sebelum mendarat di Bandara Mutiara, Palu, Sulawesi Tengah. 5 crew dan 7 penumpang tewas.
4 November 1994
Twin Otter Trigana Air Service menabrak gunung dekat Kebu, Irian Jaya, menewaskan empat penumpangnya.
30 November 1994
F-28 Merpati Nusantara tergelincir di Semarang melukai 77 penumpangnya.
10 Januari 1995
Pesawat  DHC 6 PK-NUK milik Merpati Nusantara hilang ketika melewati Selat Molo, NTB  (dicurigai ledakan pada Compartment Cargo). 4 crew dan 10 penumpang hilang.
9 Agustus 1995
Pesawat HS 748 PK-KHL milik Bouraq Airlines menabrak gunung Kumawa, Kaimana, Irian Jaya.  7 awak dan 3 penumpang tewas.
3 Oktober 1995
Sabang Merauke Raya Air Charter kehilangan CASA 212  PK-ZAG yang jatuh di Bakongan Kaimana, Tapak Tuan, Sumatera Utara. 5 cidera dan 1 tewas.
13 Juni 1996
Garuda Indonesia 865, pesawat terbakar setelah overrun akibat aborting take off oleh penerbangnya di Bandara Fukuoka, Jepang saat akan take off menuju Jakarta, Indonesia. 16 cedera dan 3 tewas.
7 Desember 1996
Pesawat C212-200 PK-VSO milik Dirgantara Air Services jatuh di bandara Wamena, Irian Jaya  setelah take off karena mesin kanan terbakar. 2 crew dan 15 penumpang tewas, pesawat jatuh 2.5 k m barat daya airport dan menimpa sebuah rumah, dua orang tewas didarat.
19-Apr 1997
Pesawat BAe-ATP PK-MTX milik Merpati Nusantara jatuh saat menjelang landing di Bulu Tumbang, Belitung. 15 orang meninggal.
26 September 1997
Garuda Indonesia Penerbangan GA 152 adalah sebuah pesawat Airbus A300-B4 yang jatuh di Desa Buah Nabar, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, Indonesia (sekitar 32 km dari bandara dan 45 km dari kota Medan) saat hendak mendarat di Bandara Polonia Medan pada 26 September 1997. Kecelakaan ini menewaskan seluruh penumpangnya yang berjumlah 222 orang dan 12 awak dan hingga kini merupakan kecelakaan pesawat terbesar dalam sejarah Indonesia.
Pesawat tersebut sedang dalam perjalanan dari Jakarta ke Medan dan telah bersiap untuk mendarat. Menara pengawas Bandara Polonia kehilangan hubungan dengan pesawat sekitar pukul 13.30 WIB. Saat terjadinya peristiwa tersebut, kota Medan sedang diselimuti asap tebal dari kebakaran hutan. Ketebalan asap menyebabkan jangkauan pandang pilot sangat terbatas dan cuma mengandalkan tuntunan dari menara kontrol Polonia, namun kesalahmengertian komunikasi antara menara kontrol dengan pilot menyebabkan pesawat mengambil arah yang salah dan menabrak tebing gunung.
Dari seluruh korban tewas, ada 44 mayat korban yang tidak bisa dikenali yang selanjutnya dimakamkan di Monumen Membramo, Medan. Di antara korban jiwa, selain warga Indonesia, tercatat pula penumpang berkewarganegaraan AS, Belanda dan Jepang.
19 Desember 1997
SilkAir Penerbangan 185 adalah layanan penerbangan komersial rutin maskapai penerbangan SilkAir dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta, Indonesia ke Bandara Changi, Singapura. Pada tanggal 19 Desember 1997, sekitar pukul 16:13 WIB, pesawat Boeing 737-300 yang melayani rute ini mengalami kecelakaan jatuh di atas Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan. Seluruh 104 orang yang ada di dalamnya (97 penumpang dan 7 awak kabin) tewas, termasuk pilot Tsu Way Ming dan kopilot Duncan Ward.
14 Januari 2002
Lion Air Penerbangan JT-386 adalah sebuah penerbangan Lion Air dengan pesawat Boeing 737-200 yang jatuh setelah lepas landas di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, Riau, Indonesia pada tanggal 14 Januari 2002. Saat itu pesawat sedang menuju Batam. Tidak ada korban jiwa. Pesawat mengalami kerusakan pada sayap bagian kanan.
16 Januari 2002
Garuda Indonesia Penerbangan 421 merupakan pesawat Boeing 737 yang menerbangi jalur Mataram-Yogyakarta-Jakarta. Pada 16 Januari 2002, pesawat melakukan pendaratan darurat di Bengawan Solo. Kecelakaan ini mengakibatkan seorang pramugari tewas dan melukai 12 penumpang lainnya. Kecelakaan itu terjadi pada pukul 15:05 WIB. Alasan utama kecelakaan pesawat ini ialah karena dalam keadaan cuaca badai dan mengalami kerusakan mesin. Akibatnya pilot terpaksa mendarat darurat di sungai.
25 Mei 2002
Pesawat DHC 6 milik Trigana Air Service, yang terbang dari Wamena menuju Enarotali jatuh dipegunungan di Papua. 2 crew dan 4 penumpang tewas.
3 Juli 2004
Lion Air Penerbangan 332 di Palembang
30 November 2004
Pesawat MD-82 milik Lion Air dengan kode penerbangan JT 538 tergelincir saat melakukan pendaratan di Bandara Adisumarmo di Solo dan menewaskan 26 orang. Pesawat tersebut lepas landas dari Jakarta dengan tujuan Surabaya (transit di Solo) pada pukul 17.00 WIB sambil membawa 146 penumpang. Menurut penuturan salah seorang penumpang, cuaca pada saat keberangkatan sudah buruk karena adanya hujan besar disertai petir. Saat pendaratan pada sekitar pukul 18.15 WIB, menurutnya, pesawat terasa seperti tidak dapat dihentikan dan akhirnya masuk ke sawah di bandara sebelum akhirnya berhenti di dekat kuburan. Pesawat tersebut patah di tengah, tepatnya di bagian tulisan ‘Lion’ pada badan pesawat. Beberapa pengurus NU, termasuk Ketua Komisi VIII DPR, KH Yunus Muhammad, juga termasuk penumpang yang meninggal.
Berdasarkan hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), penyebab kecelakaan adalah karena landasan pacu yang tergenar air atau peristiwa yang dikenal sebagai hydroplanning sehingga pesawat tergelincir dan tidak dapat dikendalikan.
10 Januari 2005
Lion Air Penerbangan 789 gagal lepas landas dari Kendari, Sulawesi Tenggara.
15 Februari 2005
Lion Air Penerbangan 1641 terperosok di Bandara Selaparang, Mataram, NTB.
5 September 2005
Mandala Airlines Penerbangan RI 091 merupakan sebuah pesawat Boeing 737-200 milik Mandala Airlines yang jatuh di kawasan Padang Bulan, Medan, Indonesia pada 5 September 2005. Kecelakaan ini terjadi saat pesawat sedang lepas landas dari Bandara Polonia Medan. Pesawat tersebut menerbangi jurusan Medan-Jakarta dan mengangkut 116 orang (111 penumpang dan 5 awak). Sebelumnya diberitakan pesawat tersebut mengangkut 117 orang namun seorang penumpang ketinggalan pesawat. Penumpang yang selamat berjumlah 17 orang dan 44 orang di darat turut menjadi korban.Pada 12 Oktober 2006, KNKT menyatakan bahwa menurut hasil penyelidikan, Penerbangan 91 jatuh akibat kondisi flap dan slat (alat penambah daya angkat pesawat saat lepas landas) yang tidak turun serta prosedur check list peralatan yang tidak sesuai persyaratan.
4 Maret 2006
Lion Air Penerbangan IW 8987 dari Denpasar – Surabaya yang membawa 156 orang tergelincir saat mendarat di Bandara Juanda karena cuaca buruk, semua penumpang selamat.
5 Mei 2006
Batavia Air Penerbangan 843 jurusan Jakarta – Ujung Pandang – Merauke setelah beberapa saat mengudara pilot meminta balik ke bandara, pada saat mendarat ban pecah dan pesawat tergelincir di landasan pacu Bandara Soekarno Hatta, 127 penumpang selamat, 4 orang luka-luka.
5 Mei 2006
Pesawat Twin Otter milik Trigana Air Service dengan 9 penumpang pejabat pemerintah daerah Puncak Jaya, Papua dan 3 awak jatuh dan menewaskan semua penumpangnya. Pesawat diduga menabrak dinding gunung.
1 Januari 2007
Adam Air Penerbangan KI-574 adalah sebuah penerbangan domestik terjadwal Adam Air jurusan Surabaya-Manado, yang sebelum transit di Surabaya berasal dari Jakarta, yang hilang dalam penerbangan. Kotak hitam ditemukan di kedalaman 2000 meter pada 28 Agustus 2007. Seluruh penumpang dan awak yang berjumlah 102 hilang dan dianggap tewas. Pada 25 Maret 2008, penyebab kecelakaan seperti yang diumumkan oleh Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) adalah cuaca buruk, kerusakan pada alat bantu navigasi Inertial Reference System (IRS), dan kegagalan kinerja pilot dalam menghadapi situasi darurat.
7 Januari 2007
Batavia Air Penerbangan 524 dengan tujuan Jakarta dan membawa 135 penumpang dan 3 bayi gagal lepas landas dari Bandara Depati Amir, Pangkalpinang karena kerusakan di roda ketika pesawat bergerak di landasan pacu. Akibatnya pesawat berjalan oleng.
17 Januari 2007
Mandala Airlines Penerbangan 660 tujuan Jakarta-Makassar-Ambon terpaksa kembali ke Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng. Pesawat ini sempat mengudara 30 menit namun kemudian diketahui mengalami kerusakan roda.
17 Januari 2007
Batavia Air Boeing 737-400 rute Manado-Balikpapan-Jakarta dengan 147 penumpang dengan empat pramugari gagal melanjutkan perjalanan karena satu roda pesawat rusak.
21 Februari 2007
Adam Air Penerbangan KI 172 merupakan pesawat Boeing 737 yang menerbangi jalur Jakarta-Surabaya. Pada
21 Februari 2007, pesawat melakukan pendaratan keras di Bandara Juanda. Kecelakaan ini mengakibatkan bagian tengah badan pesawat patah. Akibat dari kecelakaan ini jadwal penerbangan sempat terganggu dan seluruh Boeing 737-300 milik Adam Air sempat dilarang terbang untuk inspeksi lebih lanjut olah KNKT.
7 Maret 2007
Garuda Indonesia Penerbangan GA-200 adalah sebuah penerbangan dari maskapai penerbangan Garuda Indonesia jurusan Jakarta-Yogyakarta, yang meledak ketika terperosok saat melakukan pendaratan pada tanggal 7 Maret 2007 pukul 06:55 WIB di Bandar Udara Adi Sutjipto Yogyakarta setelah lepas landas dari Bandar Udara Soekarno-Hatta Cengkareng, Jakarta pukul 06:00 WIB. Pesawat ini membawa 133 penumpang, 1 pilot, 1 copilot, dan 5 awak kabin. Pilot pesawat adalah Kapten Marwoto Komar.[2] Jumlah korban tewas adalah 22 orang (21 penumpang dan 1 awak pesawat). [1] Beberapa tokoh Indonesia juga ikut dalam penerbangan ini antara lain yaitu Ketua Umum PP Muhammadiyah Dien Syamsuddin (luka ringan)[3], kriminolog Adrianus Meliala (luka), dan mantan rektor UGM Yogyakarta Prof Dr. Kusnadi Hardjosumantri (meninggal).[4]. Pesawat tersebut juga membawa 19 warga negara asing antara lain dari Jepang, Brunei Darussalam dan 8 orang warga Australia yang merupakan rombongan jurnalis yang akan meliput kunjungan Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer di Yogyakarta.
Saksi mata mengatakan api dipicu dari meledaknya ban depan saat mendarat sehingga menjalar ke badan pesawat. Dilaporkan pula bahwa badan pesawat terbelah memanjang dari bagian kabin hingga ekor pesawat, sementara salah satu sayap pesawat pecah dan terbelah
12 Maret 2007
Batavia Air Penerbangan 200 dengan tujuan Jakarta batal berangkat dari Bandar Udara Tjilik Riwut di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Seorang penumpang mengaku mendengar ledakan keras yang diduga dari bagian mesin saat pesawat telah melaju sekitar 500 meter di landasan pacu bandara. Pilot mengerem pesawat, lalu pesawat kembali ke apron.
23 Maret 2007
Merpati Nusantara Airlines Boeing 737-300 pecah kaca depannya dalam penerbangan dari Denpasar ke Kupang. Pesawat dengan 96 penumpang mendarat dengan selamat di Kupang, namun penerbangan kembali ke Jakarta harus ditunda.
19 April 2007
Trigana Air Fokker 27 melakukan pendaratan darurat di ujung bandara Wamena, Papua, setelah salah satu bannya pecah. Tak ada korban yang jatuh.

Agar Ayam Tak Mati di Lumbung Padi

Bagai ayam mati di lumbung padi. Pepatah ini cukup bertalian dengan
kondisi yang diterima rakyat Kalimantan Timur. Melimpahnya kekayaan
alam, baik di daratan maupun di perairan, hingga saat ini masih belum
mampu membawa kepada sebuah kehidupan yang menyenangkan. Krisis
energi listrik, bencana banjir dan kekeringan, hingga tergusurnya lahan
pertanian produktif demi kepentingan pengusaha, masih menjadi
pemandangan keseharian di kehidupan.
Wakil Gubernur Kaltim beberapa waktu lalu menyatakan dari luasan
5,24 juta hektar areal Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) di
Kaltim, hanya seluas 0,6 juta hektar lagi untuk pengembangan kegiatan
usaha pertanian dan 0,61 juta hektar diperuntukkan bagi
pengembangan usaha perkebunan lainnya, sementara sisanya untuk
pengembangan perkebunan kelapa sawit. Sangat terlihat jelas arah
kepentingan pembangunan propinsi Kaltim saat ini. Ketahanan pangan
menjadi hal yang tak penting bagi pemerintah.
Pangan merupakan sebuah kebutuhan utama bagi kehidupan manusia.
Ketersediaan pangan menjadi sebuah isu penting di negeri yang pernah
berswasembada pada dekade lalu. Kerawanan pangan pernah terjadi di
berbagai wilayah di Indonesia. Hilangnya budaya bertani di tingkat
komunitas lokal yang terjadi akibat gesekan budaya dan tekanan
kebutuhan hidup. Sistem ketahanan pangan lokal yang selama ini
menjadi sebuah penyangga sistem berkehidupan, secara perlahan
berganti dengan sebuah keinginan konsumtif yang dibentuk secara
sengaja oleh kelompok kepentingan yang datang berkunjung.
Ketahanan pangan sebenarnya merupakan amanat UU No. 7/1996
tentang Pangan, yang diperkuat dengan Pasal PP No. 68/2002 tentang
Ketahanan Pangan. Dijelaskan bahwa untuk mewujudkan penyediaan
pangan pemerintah harus: (1) mengembangkan sistem produksi pangan
yang bertumpu pada sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal; (2)
mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan; (3) mengembangkan
teknologi produksi pangan; (4) mengembangkan sarana dan prasarana
produksi pangan, serta; (5) mempertahankan dan mengembangkan
lahan produktif.
Indonesia pernah membentuk Dewan Ketahanan Pangan, berdasarkan
Keppres Nomor 132 tahun 2001, dimana Dewan Ketahanan Pangan ini
bertugas untuk membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan di
bidang ketahanan pangan nasional, yang meliputi aspek ketersediaan,
distribusi, dan konsumsi serta mutu, gizi, dan keamanan pangan; serta
melaksanakan evaluasi dan pengendalian pemantapan ketahanan
pangan nasional. Hal serupa diperintahkan untuk dibentuk di tingkat
Propinsi dan tingkat Kabupaten. Namun sepertinya keberadaan Dewan
Ketahanan Pangan ini tidak pernah terdengar. Mungkin ini dikarenakan
Ketua Dewan Ketahanan Pangan adalah Presiden dan Ketua Harian
adalah Menteri Pertanian. Bahkan untuk tingkat propinsi ataupun
kabupaten, malah tak pernah diketahui keberadaannya.
Meski diakui bahwa kebijakan pangan yang ada tersebut sangat bias
Pulau Jawa, namun setidaknya pemerintah propinsi maupun kabupaten
dapat lebih tegas untuk memahami tentang lahan produktif rakyat,
yang selama ini menjadi sumber pangan bagi komunitas lokal termasuk
hingga di tingkat kecamatan dan kabupaten. Hal utama dan penting
dilakukan adalah untuk tetap mempertahankan keberadaan lahan
produktif rakyat. Ironisnya adalah Pemerintah Kabupaten dan/atau
Propinsi, secara sendiri maupun bersama melakukan penghilangan
lahan-lahan produktif pangan rakyat untuk kepentingan pertambangan,
perkebunan besar, dan hutan tanaman industri.
Nampaknya, kebijakan pemerintah yang lebih berpihak kepada
kepentingan investasi akan tetap berlanjut. Ini ditunjukkan oleh
kebijakan-kebijakan pemerintah sekarang yang memberikan ruang
kemudahan bagi investor untuk menancapkan cakarnya di negeri ini.
Belum termasuk subsidi yang diberikan oleh negara kepada investor,
semisal kemudahan perolehan kawasan, kredit tanpa jaminan dan
bunga rendah, hingga pengabaian kewajiban kelayakan usaha.
Sementara terhadap kepentingan ketahanan pangan, pemerintah hanya
mengalokasikan sedikit energinya agar rakyat tetap dapat
berkehidupan. Kondisi inilah yang berakibat pada pemerintah
mengambil jalan yang salah dengan mengimpor beras dan komoditi
pangan lainnya. Ketiadaan lahan pertanian, ditambah dengan belum
lepasnya petani dari ketergantungan terhadap produk pabrik (buah
revolusi hijau), menjadikan kelompok petani dan peladang harus
berjuang keras (sendiri) untuk dapat keluar dari keterpurukannya.
Sajian kompensasi lahan yang diberikan oleh pengusaha dengan
bersandar pada kebijakan pemerintah, juga secara perlahan telah
menggerus tatanan budaya pangan lokal, selain juga semakin
mempercepat hilangnya lahan produktif pangan. Belum termasuk pada
pengambilan paksa lahan produktif oleh pengusaha dengan bantuan
aparat pemerintah dan aparat keamanan, dengan dalih menjaga
keamanan investasi.
Sangat bodoh pemerintah selama ini yang telah menggantungkan nasib
perut rakyatnya di tangan segelintir kelompok yang bernama
pengusaha. Padahal sudah terbukti, di masa krisis ekonomi, kelompokkelompok
ekonomi rakyat-lah yang mempercepat pulihnya kembali
sistem perekonomian negeri ini. Sementara kelompok pengusaha masih
harus diinfus oleh pemerintah untuk bisa kembali, itupun dengan
mengalihkan tanggung jawabnya kepada negara.
Ketahanan pangan harusnya sudah menjadi bagian yang penting di
negeri ini. Semakin sempitnya lahan untuk bertani dan berladang,
hilangnya benih tanaman pangan lokal, hingga hancurnya sistem
ketahanan pangan lokal, harus menjadi hal yang penting bagi
pemerintah, juga bagi kelompok masyarakat lainnya, termasuk
akademisi. Bagaimana untuk tetap bisa melindungi dan membangkitkan
kembali sistem ketahanan pangan lokal, harus masuk dalam agenda
penting dan utama pembangunan propinsi ini.
Pemerintah Propinsi beserta pemerintah kabupaten-kota di Kaltim
sudah saatnya harus mengarahkan kerangka berpikirnya pada
pemenuhan kebutuhan lokal, tidak sekedar mengejar target angka
pertumbuhan semata. Berpihak pada kepentingan investasi adalah
langkah awal untuk menuju kesengsaraan. Berada di posisi rakyat
merupakan jalan panjang karir politik pemimpin daerah. Tidak sekedar
pemanis bibir (lip services), namun dalam kerangka lebih besar dalam
membuat dan melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintahan.
Pemerintah juga harus melahirkan kebijakan untuk melindungi kawasan
produktif rakyat, utamanya lahan pertanian (perladangan), serta lahan
cadangan pangan dan kawasan budaya-religi lokal, supaya komunitas
lokal akan tetap mampu bertahan di tengah pertarungan ekonomi
global. Agar ayam tak mati di lumbung padi!